Berikut ini adalah pertanyaan dari Adinni pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Rambut Gondrong ZulSebelum azan berkumandang Zul sudah ada di masjid sekolahan, untuk shalat Jum’at berjamaah.
“Hei, Zul, rambut kamu masih gondrong? Ntar ditegur Ustad Hendra lho!” kata Ridwan yang
menggelar sajadah di samping Zul.
“Iya, nih, mungkin besok kali baru gue mau potong. Abis, abis…”
“Abis kenapa?”
“Ah, abis… abis...”
Zul nggak berani meneruskan kata-katanya hanya dalam hatinya dia bertekad, untuk menjadi
calon santri yang baik, harus mampu mengenyahkan godaan, termasuk godaan dari sang cewek
pujaan yang tiba-tiba saja muncul di sebuah kota yang berjarak sekitar 300 kilo meter dari kota
asalnya itu!
“Abis jum’atan deh, baru potong...” kata Zul lagi.
“Lho, kan sunahnya sebelum Jum’atan rapih-rapih, bersih-bersih…”
Zul cuma nyengir.
16:45
Zul bertekad potong rambut!
Habis shalat Ashar, kebetulan jam terakhir kosong, Zul kembali mencari barber shop. Tapi anehnya
Zul mendatangi tempat cukur di mana dia bertemu dengan Maharani tadi.
“Kayanya nyukur di sini enak, deh! Adem,” kata Zul beralasan. Atau Zul masih berharap ketemu
lagi dengan cewek cantik mantan incerannya di SMP dulu?
“Ah, nggak! Ini baru salah satu godaan, pokoknya saya harus potong rambut! Apapun yang terjadi!
Niatnya potong rambut. Biar kelihatan rapih dan bersih! Titik! Nggak ada niat-niat lain! Titik. Tapi
kalo dia nongol lagi, gimana? Koma…”
“Mau dipotong model apa nih?” tanya tukang cukur mengingatkan Zul yang bengong.
“Eh, potong pendek Kang!”
“Sepuluh senti, lima senti?”
“Satu senti!”
“Botak dong?”
Tak lama, rambut Zul sudah hampir lenyap dipangkas pisau cukur. Tersisa sedikit. Zul kelihatan
lebih segar, karena kepalanya yang punya satu pitak itu kelihatan lebih cerah dan bercahaya, apalagi
kalo berdiri di bawah lampu neon!
“Masa bodo, kalo ntar ketemu Maharani lagi dan dia bilang suka rambut gondrong masa bodo!
Rambut gue sekarang botak dan itulah gue!”
Eh, pas keluar dari barbershop anehnya Maharani lewat lagi. Tentu saja Zul kaget lagi, tapi kali ini
dia nggak perlu ngucek-ngucek mata lagi. Nanti terlalu banyak pengulangan adegan!
“Eh, kok ketemu lagi, sih? Jadi sepeti kebetulan, deh!” tegur Zul ke Rani.
“Iya, kaya di sinetron-sinetron!” jawab Maharani menimpali. “Tadi siang belanja tapi masih ada
yang kurang, terus disuruh ke sini lagi, deh. Lha, kamu juga ngapain lagi di sini?”
"Potong rambut!” kata Zul menjawab dengan mantap.
“Ow, pantesan, kamu jadi kelihatan botski begitu? Aduuuh… bagus banget! Jadi keliatan rapih!”
“Lha, tadi kamu bilang suka cowok rambut gondrong?”
“Oh, saya sih melihat cowok rambut gondrong suka, melihat cowok rambutnya botak juga suka…”
Hah, Zul jadi bingung. Tapi kini tekadnya sudah bulat, “Tapi sori, saya harus cepat pulang, karena
menjelang magrib ada ta’lim!.”
“Cepat pulang? Iih, kayaknya lagunya slank aja. Eh, tapi aku paling suka deh sama cowok yang hobi
ta’lim!”
“Ikut pulang bareng, deh! Kita kan satu arah. Rumah nenekku di belakang sekolahan kamu lho,
ternyata!”
“Eh jangan…!”
“Dulu kamu paling sering ngajakin pulang bareng. Kamu kok sekarang berubah, deh!”
“Eh iya, eh nggak, eh iya, ehenggak, eh iya gue udah berubah, eh nggak kok! G-gue masih seperti
yang dulu, yuk kita pulang bareng…”
Maharani tersenyum. Tapi ketika hendak melangkah menggandeng tangan Rani, kaki Zul
tersandung badan trotoar. Dia terjatuh! Gedubraaak!
“Eh, di mana nih?” Zul mengucek-ngucek matanya yang belo dan punya bulu mata lentik itu
sambil melihat ke sekelilingnya. “Lho, Maharani mana?
“Hei suara apa, itu?” teriak suara bariton dari arah depan.
Tak ada jawaban, yang ada hanya cekikikan anak-anak sekelas!
“Zul, kenapa kamu? Ya, ampun tidur lagi!”
“Astagfirullah, j-jadi, j-jadi saya m-mimpi? Alhamdulilllaaaah…!” teriak Zul dari bangkunya!
“Hei, Zul, “ bentak Ustadz Hendra dari depan kelas, “Kamu ngigo ya? Di kelas kok bisa tertidur?
Cepat bangun dan cuci muka sana!”
“Eh iya, Pak…”
“Hei Zul,” tahan ustad Hendra, “Kenapa rambutmu belum dipotong?”
“Eh, nanti pulang pulang sekolah…” jawab Zul dengan cepat ngeloyor keluar kelas.
Sementara tawa cekikikan anak sekelas belum juga mereda.
4. Tentukanlah
a.tema
b. tokoh dan watak
5. Tentukan latar: a. tempat b. waktu
6. Pesan apa yang ingin disampaikan penulis dalam cerpen tersebut?
“Hei, Zul, rambut kamu masih gondrong? Ntar ditegur Ustad Hendra lho!” kata Ridwan yang
menggelar sajadah di samping Zul.
“Iya, nih, mungkin besok kali baru gue mau potong. Abis, abis…”
“Abis kenapa?”
“Ah, abis… abis...”
Zul nggak berani meneruskan kata-katanya hanya dalam hatinya dia bertekad, untuk menjadi
calon santri yang baik, harus mampu mengenyahkan godaan, termasuk godaan dari sang cewek
pujaan yang tiba-tiba saja muncul di sebuah kota yang berjarak sekitar 300 kilo meter dari kota
asalnya itu!
“Abis jum’atan deh, baru potong...” kata Zul lagi.
“Lho, kan sunahnya sebelum Jum’atan rapih-rapih, bersih-bersih…”
Zul cuma nyengir.
16:45
Zul bertekad potong rambut!
Habis shalat Ashar, kebetulan jam terakhir kosong, Zul kembali mencari barber shop. Tapi anehnya
Zul mendatangi tempat cukur di mana dia bertemu dengan Maharani tadi.
“Kayanya nyukur di sini enak, deh! Adem,” kata Zul beralasan. Atau Zul masih berharap ketemu
lagi dengan cewek cantik mantan incerannya di SMP dulu?
“Ah, nggak! Ini baru salah satu godaan, pokoknya saya harus potong rambut! Apapun yang terjadi!
Niatnya potong rambut. Biar kelihatan rapih dan bersih! Titik! Nggak ada niat-niat lain! Titik. Tapi
kalo dia nongol lagi, gimana? Koma…”
“Mau dipotong model apa nih?” tanya tukang cukur mengingatkan Zul yang bengong.
“Eh, potong pendek Kang!”
“Sepuluh senti, lima senti?”
“Satu senti!”
“Botak dong?”
Tak lama, rambut Zul sudah hampir lenyap dipangkas pisau cukur. Tersisa sedikit. Zul kelihatan
lebih segar, karena kepalanya yang punya satu pitak itu kelihatan lebih cerah dan bercahaya, apalagi
kalo berdiri di bawah lampu neon!
“Masa bodo, kalo ntar ketemu Maharani lagi dan dia bilang suka rambut gondrong masa bodo!
Rambut gue sekarang botak dan itulah gue!”
Eh, pas keluar dari barbershop anehnya Maharani lewat lagi. Tentu saja Zul kaget lagi, tapi kali ini
dia nggak perlu ngucek-ngucek mata lagi. Nanti terlalu banyak pengulangan adegan!
“Eh, kok ketemu lagi, sih? Jadi sepeti kebetulan, deh!” tegur Zul ke Rani.
“Iya, kaya di sinetron-sinetron!” jawab Maharani menimpali. “Tadi siang belanja tapi masih ada
yang kurang, terus disuruh ke sini lagi, deh. Lha, kamu juga ngapain lagi di sini?”
"Potong rambut!” kata Zul menjawab dengan mantap.
“Ow, pantesan, kamu jadi kelihatan botski begitu? Aduuuh… bagus banget! Jadi keliatan rapih!”
“Lha, tadi kamu bilang suka cowok rambut gondrong?”
“Oh, saya sih melihat cowok rambut gondrong suka, melihat cowok rambutnya botak juga suka…”
Hah, Zul jadi bingung. Tapi kini tekadnya sudah bulat, “Tapi sori, saya harus cepat pulang, karena
menjelang magrib ada ta’lim!.”
“Cepat pulang? Iih, kayaknya lagunya slank aja. Eh, tapi aku paling suka deh sama cowok yang hobi
ta’lim!”
“Ikut pulang bareng, deh! Kita kan satu arah. Rumah nenekku di belakang sekolahan kamu lho,
ternyata!”
“Eh jangan…!”
“Dulu kamu paling sering ngajakin pulang bareng. Kamu kok sekarang berubah, deh!”
“Eh iya, eh nggak, eh iya, ehenggak, eh iya gue udah berubah, eh nggak kok! G-gue masih seperti
yang dulu, yuk kita pulang bareng…”
Maharani tersenyum. Tapi ketika hendak melangkah menggandeng tangan Rani, kaki Zul
tersandung badan trotoar. Dia terjatuh! Gedubraaak!
“Eh, di mana nih?” Zul mengucek-ngucek matanya yang belo dan punya bulu mata lentik itu
sambil melihat ke sekelilingnya. “Lho, Maharani mana?
“Hei suara apa, itu?” teriak suara bariton dari arah depan.
Tak ada jawaban, yang ada hanya cekikikan anak-anak sekelas!
“Zul, kenapa kamu? Ya, ampun tidur lagi!”
“Astagfirullah, j-jadi, j-jadi saya m-mimpi? Alhamdulilllaaaah…!” teriak Zul dari bangkunya!
“Hei, Zul, “ bentak Ustadz Hendra dari depan kelas, “Kamu ngigo ya? Di kelas kok bisa tertidur?
Cepat bangun dan cuci muka sana!”
“Eh iya, Pak…”
“Hei Zul,” tahan ustad Hendra, “Kenapa rambutmu belum dipotong?”
“Eh, nanti pulang pulang sekolah…” jawab Zul dengan cepat ngeloyor keluar kelas.
Sementara tawa cekikikan anak sekelas belum juga mereda.
4. Tentukanlah
a.tema
b. tokoh dan watak
5. Tentukan latar: a. tempat b. waktu
6. Pesan apa yang ingin disampaikan penulis dalam cerpen tersebut?
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
gak ngerti maksudnya apah?
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh ruminahbotong dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sun, 20 Feb 22