Berikut ini adalah pertanyaan dari febisauba pada mata pelajaran IPS untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
INESS LAW
Menu
Business Law
People Innovation Excellence
Home Rubric of Faculty MembersPENGAKUAN NEGARA TERHADAP AGAMA LEL...
PENGAKUAN NEGARA TERHADAP AGAMA LELUHUR/LOKAL
Oleh ERNA RATNANINGSIH (Agustus 2017)
Agama leluhur/lokal memiliki karakteristik khusus yang didasarkan pada fakta empiris bahwa jauh sebelum agama-agama yang disebutkan di atas serta agama dari luar Indonesia masuk lewat penyebaran para misionaris, leluhur atau masyarakat kuno yang telah mewariskan ajaran tuntutan keselamatan hidup dan spiritualitas yang dapat didefinisikan sebagai agama. Paling tidak berdasarkan ketentuan normatif dalam konteks hak asasi manusia, masyarakat yang mewarisi nilai-nilai adat leluhurnya itulah yang disebut sebagai masyarakat hukum adat, karena dalam tata kehidupan sosialnya baik dalam tata upacara kelahiran, perkawinan dan kematian masih menggunakan tuntunan adat dan kebijaksanaan para leluhurnya.
Agama-agama luluhur/lokal yang masih hidup di Indonesia antara lain Parmalim di Sumatra Utara, Kaharingan di Kalimantan, Sunda Wiwitan di Jawa Barat, Jawa Kawitan di Jawa Tengah, Tonaas Walian di Sulawesi Utara, Tolotang di Sulawesi Selatan, Marapu dan Boti di Nusa Tenggara, Naurus di Pulau Seram Maluku dan lainnya sebagainya. Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 mengkategorikan agama-agama tersebut di atas sebagai “Kepercayaan Terhadap Tuhan YME”. Akan tetapi, layaknya nasib agama-agama di luar 6 (enam) agama di atas, agama leluhur/lokal juga mengalami ketertindasan yang sama. Beberapa peraturan perundang-undangan menegaskan penindasan terhadap agama leluhur/lokal atau kepercayaan tersebut, di antaranya:
Penetapan Pemerintah tanggal 3 Januari 1946 No. I/SO, yang menandai berdirinya Departemen Agama;
Pembentukan Panitia interdeparmental PAKEM pada 1 Agustus 1954;
PAKEM menjadi institusi legal dengan adanya UU no. 15 tahun 1961 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kejaksaan RI;
Penetapan Presiden RI No. 1 tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau penodaan Agama;
Instruksi Menteri Agama RI No. 4 tahun 1978 yang menetapkan bahwa aliran kepercayaan adalah bukan agama. Dan bahwa agama yang diakui oleh pemerintah adalah: Islam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha;
Surat Edaran menteri Dalam Negeri RI bernomor 477/74054 tentang Petunjuk pengisian kolom Agama pada lampiran SK Menteri Dalam Negeri No. 221a tahun 1975. Dalam Surat Edaran ini dikatakan bahwa dalam mengisi formulir model 1 s.d. 7 dan formulir model A dan B tentang izin perkawinan, berkaitan dengan kolom agama, maka bagi mereka yang tidak menganut salah satu dari kelima agama yang resmi diakui oleh pemerintah seperti antara lain penganut kepercayaan terhadap Tuhan yang maha esa dan lain-lain maka pada kolom agama pada formulir dimaksud cukup diisi dengan tanda garis pendek mendatar atau (–). Ditetapkan lebih lanjut dalam Surat Edaran itu: Kata “kepercayaan” di samping kata “Agama” pada formulir Model 1 sampai dengan Model 7 supaya dicoret saja;
Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang GBHN; Kepercayaan terhadap Tuhan YME tidak merupakan agama dan pembinaannya tidak mengarah kepada pembentukan agama baru;
Surat Menteri Agama kepada Menteri Dalam Negeri mengenai pencatatan perkawinan bagi para penghayat kepercayaan kepada Tuhan yang maha Esa pada Tanggal 28 Desember 1979.
Penjelasan:
maaf kalo salah
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh putrisandriva dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Wed, 07 Sep 22