Cerita Satu Tahun Bersama Pandemi

Pagi hari ini sangatlah sejuk. Sang surya mulai menampakkan sinarnya. Burung-burung bernyanyi riang menyambut hari baru. Aku membuka jendela. Segarnya udara di sini. Sejenak aku diam termenung. Terbesit nostalgia suasana belajar di sekolah bersama Ibu Bapak Guru dan teman-teman. Kehangatan, tawa, canda mewarnai semua kegiatan di sekolah. Kini, semua sungguh berbeda. Hari-hariku dilalui di rumah saja. Setiap pagi kubaca pesan di group whatsapp ponselku. Guruku telah menuliskan pesan terkait tugas harian. Aku pun bergegas membuka aplikasi sekolah di komputer. Materi pelajaran dan evaluasi terdapat dalam aplikasi tersebut. Aku bersiap mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh Ibu Bapak Guru. Beraneka tugas aku usahakan untuk selesai tepat waktu, dari mulai menyimak video pembelajaran, membuat mind mapping, mengerjakan soal di quizizz, menggambar, hingga membuat video dari tema pembelajaran yang ada. Aku berusaha untuk beradaptasi mengerjakan rutinitas pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ini.

Pandemi Covid-19 melanda hingga ujung dunia. Hampir seluruh negara mengalami pandemi Covid-19 yang meresahkan. Hingga penghujung tahun 2020, Covid-19 masih menggemparkan manusia. Orang-orang terpisahkan oleh jarak. Ilmuwan-ilmuwan masih berusaha mencari vaksin untuk melawan virus Covid-19. Tenaga medis juga menjadi tokoh terdepan dalam penanganan virus Corona. Semua melakukan kegiatan secara virtual demi memutus mata rantai virus Corona, pemerintah memutuskan kepada seluruh sekolah untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring, para pegawai bekerja dari rumah, dan kegiatan masyarakat dibatasi supaya tidak ada kerumunan. Aku makin terkejut ketika melihat berita di salah satu saluran televisi yang mengabarkan bahwa kasus positif Covid-19 bertambah hingga mencapai 7.300 kasus. Aku sedih karena tidak bisa bersekolah secara tatap muka langsung. “Andai Covid-19 tidak ada, aku bisa bersekolah kembali.” batinku.

Rasanya tidak terasa, setelah 1 tahun bersama pandemi Covid-19. Awalnya, sekolahku diliburkan 2 minggu. Kemudian, 2 minggu sudah, sekolahku memutuskan untuk meliburkan kembali sampai 1 bulan lamanya. Awalnya, kupikir biasa-biasa saja. Tapi ternyata, semakin hari, semakin meningkatnya pasien yang terinveksi virus mematikan ini.

Aku sangat takut. Apalagi masa itu, masker, hand sanitizer, face shild, Alat Perlindungan Diri (APD), dan barang-barang yang diperlukan saat pandemi sangat sedikit. Dan juga ketika aku melihat korupsi, kebakaran, bencana alam di bumi Indonesia berada di mana-mana. Sementara aku tidak bisa melakukan apa-apa.

Ketika itu, menurutku belajar daring itu sangat membosankan. Tapi, apa boleh buat, mau tidak mau harus seperti ini. Aku sempat tidak bisa membagi waktu. Antara bersekolah, mengerjakan tugas, pekerjaan rumah yang harus aku selesaikan, mengurus segala kebutuhan sekolah, belajar, dan sempat waktu itu aku sangat depresi.

Walaupun begitu, semua sudah diatur oleh Tuhan. Aku berusaha beradaptasi dengan dedline baruku. Tidak seperti biasanya, aku bersama teman-temanku sholat berjamaah, makan bersama, belajar bersama, bermain juga bersama. Dan yang paling sedih adalah, setiap bulan Ramadhan, kami tidak bisa Pesantren Kilat, Tarawih di masjid dan lain-lain. Tapi, aku belajar, di balik semua itu, semua ada hikmahnya. Kita bisa lebih dekat dengan keluarga, semuanya dilalui di rumah.

Walaupun pandemi belum berakhir, tapi harapan untuk kembali normal harus terus kita pegang. Tetap lakukan 3M, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Semoga kita semua diberikan kesehatan dan terhindar dari virus Covid-19.

Oh Corona, maaf aku sempat meremahkanmu. Semoga kamu segera pergi dari bumi tercinta ini ya!

Di bawah langit Khatulistiwa

BIKIN SENDIRI!

semoga membantu

no COPAS!

jadikan jawaban ini yang terbaik