Berikut ini adalah pertanyaan dari irinesintia93 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Dasar
tolong di jawab ya
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Disebut suku Tengger di kawasan Gunung Bromo, Nama Tengger berasal dari Legenda Roro Anteng juga Joko Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger itu. “Teng” akhiran nama Roro An-”teng” dan “ger” akhiran nama dari Joko Se-”ger” dan Gunung Bromo sendiri dipercaya sebagai gunung suci
Dikisahkan pada zaman dulu, hiduplah sepasang muda suami istri di suatu dusun terpencil. Setelah beberapa tahun menikah, sang istri akhirnya hamil dan melahirkan seorang bayi perempuan. Anehnya, bayi perempuan ini sewaktu dilahirkan tidak menangis, maka dari itu kedua orang tuanya memberinya nama ‘Rara Anteng’ yang artinya perempuan tenang atau diam.
Seiring waktu berjalan, garis kecantikan nampak semakin jelas di wajah Roro Anteng. Keelokannya begitu terkenal di kalangan para jejaka saat itu, termasuk seorang bajak jahat yang sakti mandraguna. Berbekal kesaktiannya, sang bajak pun melamar Rara Anteng.
Rara Anteng yang terkenal halus perasaannya, tidak berani menolak begitu saja kepada pelamar yang sakti. Kemudian, ia minta supaya dibuatkan lautan di tengah – tengah gunung. Dengan syarat yang aneh itu, dianggapnya pelamar sakti itu tidak akan mau memenuhi permintaannya. Ditambah lagi, lautan yang dimintanya harus dibuat dalam waktu satu malam, yaitu diawali saat matahari terbenam dan batas akhirnya ketika matahari terbit. Tak disangka – sangka, permintaan Rara Anteng tersebut disanggupi oleh sang bajak.
Pelamar sakti itu memulai mengerjakan lautan dengan tempurung (batok kelapa) hingga pekerjaan itu hampir selesai. Melihat kenyataan ini, Rara Anteng mulai gelisah. Dia memikirkan bagaimana cara menggagalkan lautan yang sedang dikerjakan oleh Bajak itu. Rara Anteng merenungi nasibnya, ia tidak bisa hidup dengan suami yang tidak ia cintai. Kemudian setelah mencoba untuk tenang dan memikirkan ide, tiba – tiba timbul niat untuk menggagalkan pekerjaan Bajak itu.
Rara Anteng mulai menumbuk padi di tengah malam. Pelan-pelan, terdengar suara tumbukan dan gesekan alu membangunkan ayam-ayam yang sedang tidur. Kokok ayam pun mulai bersahutan, seolah - olah fajar telah tiba, tetapi penduduk masih belum memulai kegiatan pagi.
Bajak mendengar ayam - ayam berkokok, padahal benang putih disebelah timur belum juga nampak. Berarti fajar datang sebelum waktunya. Setelah itu dia merenungi nasib sialnya. Rasa kesal dan marah bercampur emosi, dilampiaskan dengan melemparkan tempurung (batok kelapa) yang dipakai sebagai alat mengeruk pasir, yang kemudian tertelungkup di samping Gunung Bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang sampai sekarang dinamakan Gunung Batok.
Kegagalan bajak itu membuat lautan di tengah - tengah Gunung Bromo mampu membuat Rara Anteng bersuka cita. Kemudian ia melanjutkan hubungan dengan kekasihnya, Joko Seger. Beberapa hari kemudian, Rara Anteng dan Joko Seger menikah dan menjadi pasangan suami istri bahagia karena keduanya saling menyayangi dan mencintai.
Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, maksudnya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Nama Tengger diambil dari akhir suku kata nama Rara Anteng dan Jaka Seger. Kata Tengger berarti juga Tenggering Budi Luhur atau pengenalan moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Dari waktu ke waktu masyarakat Tengger hidup damai dan sejahtera, akan tetapi sang penguasa tidaklah merasa bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger berumah tangga, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Akhirnya diputuskanlah keduanya naik ke puncak Gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa agar di karuniai keturunan.
Tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat, bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo, lalu pasangan ini menyanggupinya begitu saja. Kemudian didapatkannya 25 orang putra-putri, namun sebagai orang tua, mereka tetaplah tidak tega bila kehilangan anaknya. Karena mereka ingkar janji, Dewa menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita sehingga kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Kusuma, anak bungsunya pun lenyap dari pandangan dan terjilat api, kemudian masuk ke kawah Bromo. Bersamaan dengan hilangnya Kusuma, terdengarlah suara gaib, ”Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Syah Hyang Widi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Syah Hyang Widi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji yang berupa hasil bumi kemudian dipersembahkan kepada Hyang Widi asa di kawah Gunung Bromo."
Semoga bermanfaat
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh raditprawira08 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Mon, 31 May 21