Segala kidung di sebut dengan apa Agama

Berikut ini adalah pertanyaan dari niwayansuryanadi1983 pada mata pelajaran B. Indonesia untuk jenjang Sekolah Dasar

Segala kidung di sebut dengan apa
Agama

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban :

Dalam kegiatan upacara agama Hindu yang biasanya dirancang serta dilaksanakan dengan semarak dan meriah, bait Kidung Wargasari di atas diresitasikan seiring dengan prosesi upacara tersebut. Juru kidung meresitasikannya sebagai kidung pembukaan untuk menandai dimulainya suatu prosesi upacara agama Hindu. Dengan serta merta, kentongan dipukul dan gamelan pun ditabuh seiring dengan suara genta dan rapalan doa para sulinggih atau pamangku yang memimpin jalannya upacara. Begitulah prosesi agama Hindu berlangsung secara turun-temurun. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah mengapa umat Hindu meresitasikan kidung dalam prosesi keagamaan? Jawaban yang paling pasti didapatkan adalah “mula keto”. Hal itu mengindikasikan bahwa wawasan pengetahuan umat Hindu tentang makna yang ada di balik aktivitas keagamaan yang dilakukannya masih terbatas.

Karena itu, pemahaman dan pendalaman umat Hindu akan ajaran agama Hindu masih perlu ditingkatkan, sebab kemantapan beragama bukan hanya dengan melaksanakan upacara yang semarak, melainkan dengan jalan meningkatkan pemahaman dan pendalaman terarah sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama Hindu secara utuh, baik tattwa, susila, maupun upacara. Untuk itu, dalam kesempatan ini saya mencoba mengkaji filosofi dan fungsi kidung dengan menempatkan kidung sebagai sastra-profetik (meminjam istilah Abdul Hadi, 2004).

Sebagai sastra profetik, kidung diasumsikan memiliki semangat profetik yang merupakan segi sentral atau pusat bertemunya dimensi sosial dan transedental. Dimensi sosial menunjuk pada kehidupan kemanusiaan di alam nyata atau bersifat profan (sakala). Dimensi transendental menunjuk pada kehidupan yang lebih tinggi (niskala), yang berpuncak pada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dimensi transendental ini memberikan kedalaman pada sastra kidung, menopangnya dengan nilai-nilai kerohanian, membuat karya kidung bersifat vertikal. Dengan demikian, sastra kidung dapat dipandang sebagai jalan menuju Tuhan atau ibadat keindahan serta merupakan sarana menuju penemuan dan pengenalan kembali hakikat diri manusia. Karena itu, kidung akan dilihat sebagai sistem simbol yang berfungsi mengarahkan tingkah laku atau bentuk-bentuk simbolik yang dianggap sebagai media penyimpan makna, sebagai proses penandaan, bersifat relatif, arbitrer, buatan yang secara aktif diciptakan oleh peneliti selaku penikmat dengan menetapkan kode-kode untuk menentukan berbagai jenis signifikansi dengan sejumlah lexias (elemen-elemen yang dapat memuat beragam makna untuk beragam penikmat) di seluruh teks. Peneliti selaku penikmat berada dalam posisi writerly text yakni penikmat aktif dalam suatu proses kreatif untuk membuka ruang penafsiran (Barthes, 2007). Sejalan dengan itu, pendekatan hermeneutik menjadi pendekatan yang relevan dengan memandang kidung sebagai pengalaman hermeneutik yang menyingkap kebenaran. Kemunculan kebenaran di dalam pengalaman hermeneutik mendatangkan pertemuan dengan negativitas yang intrinsik pada pengalaman sehingga pengalaman menjadi “momen estetik”. “Momen estetik” menjadikan kidung secara nyata dapat digunakan, untuk membuka ruang di dalam sesuatu, untuk memfungsikan kebenaran menjadi termanifestasikan. Pengalaman hermeneutik memahami apa yang dikatakan, dalam hal ini kidung, menurut keadaan sekarang. Lagipula, makna karya sastra kidung adalah dinamis, temporal, dan personal (Palmer, 2003).

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh azkaghaidamarufah dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Tue, 18 May 21