Dalam bahasa sunda, kita mengenal aksara sunda kuno yang biasa ditemuan dalam berbagai prasasti. Panca Pandawa Ngemban Bumi mangrupa babandingan ngaran taun tina candrasangkala, upama diangkakeun sesebutan taun saka nyaeta C.1440

Pembahasan

Prasasti Batutulis berisikan sembilan baris susunan yang bertuliskan Jawa Kuna dan berbahasa Sunda Kuno, namun tidak seluruh tulisannya bisa terbaca dengan sempurna. Salah satu aksara yang masih menjadi bahan perdebatan para ahli adalah satu aksara di depan frasa ban yang hanya tampak tanda diakritik (Pepet). Terutama menyangkut candrasengkala atau penentuan tahun dari prasasti Batutulis tersebut. Candrasengkala itu berbunyi panca pandawa ban bumi.

C.M.Pleyte seorang etnolog Belanda memiliki pemikiran lain dalam Het Jaartal op den Batoe-toelis nabij Buitenzorg, yang terbit di jurnal Tijdschrift voor Indische taal-land-, en volkenkunde, LIII, 1911. Dalam tulisannya, Pleyte menafsirkan aksara yang tidak terbaca di depan kata “ban” adalah huruf A, lalu ia menyisipkan huruf M di antara kata tersebut sehingga membentuk kalimat emban / amban. Pleyte memperkirakan kata emban berasal dari angka empat sesuai dengan jumlah para punakawan yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong.

Dengan demikian, aksara sengkalan itu berarti: Panca (5), Pandawa (5), Emban (4), dan Bumi (1), sehingga bisa ditafsirkan bahwa tahun dituliskannya prasasti itu adalah tahun 1455 Caka atau 1533 Masehi. Prasasti Batutulis tahun 1770 Akan tetapi, apa yang ditafsirkan Pleyte itu disanggah oleh sejarawan Hoesein Djajadiningrat. Beliau inilah yang menjadi pribumi pertama yang melakukan penelitian dan pengkajian terhadap prasasti Batutulis di Bogor.

Pelajar Lebih Lanjut

Pelajari lebih lanjut mengenai materi Prasasti Batu Tulispada link berikut iniyomemimo.com/tugas/7485467

#BelajarBersamaBrainly

#SPJ1