dongeng cerita ciung wanara​

Berikut ini adalah pertanyaan dari auliafattia pada mata pelajaran B. Daerah untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Dongeng cerita ciung wanara​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Matahari bersinar dari timur, bulat dan merah. Kabut merendah mengendap di daun-daun, menjadi embun, lalu menetes ke tanah. Burung-burung berkicau merdu dari berbagai jenis menemani kaki para penduduk Negeri menuju ke bukit, ladang, sawah, pasar dan tempat-tempat mencari nafkah. Di sini, segalanya subur dan makmur, tak ada peperangan, peselisihan dan perbuatan dosa. Semua mengikuti anjuran Sang Hyang Tunggal, untuk selalu hidup rukun di bumi.

Tetapi, kehidupan rukun itu terjadi tidak hanya ketaatan para pendudukan akan ajaran agama, melainkan Negeri tersebut dipimpin oleh seorang raja yang sangat arif, bijaksana serta adil. Raja Prabu Permana Di Kusumah, seorang raja sakti, memiliki ilmu tata Negara yang luhur, berbudi mulia. Sang raja dikenal oleh masyarakat selalu mencintai penduduk di Negerinya, terutama kepada orang-orang miskin, dia lebih mementingkan rakyatnya daripada urusan pribadi. Itulah mengapa Negeri yang sudah subur, semakin makmur, aman sentosa, gemah ripah loh jinawi. Negeri yang terletak di bumi Parahyangan, menganut ajaran Sunda.

Prabu Permana Di Kusumah memiliki dua orang istri; Dewi Pangreyep dan Dewi Naganingrum. Keduanya adalah wanita yang cantik dan cerdas, namun memiliki perbedaan sifat. Dewi Pangreyep memiliki sifat pemarah dan mudah cemburu, serta angkuh sedangkan Dewi Naganingrum adalah seorang istri yang penyabar, rendah hati dan baik. Namun, Raja memerlakukan mereka secara adil, sehingga tidak pernah terjadi perselisihan di dalam istana.

Suatu hati Raja Prabu Permana Di Kusumah memanggil penasihat kerajaan, Uwa Batara Lengser. Ia ingin mengutarakan kegelisahan dalam dirinya, suatu hal yang selalu mengganggu hari-harinya.

Uwa Batara…, wilujeung tepang, kumaha damang?[1]” sapa Prabu Permana Di Kusumah.

“Pengestu[2] Gusti Prabu,” jawab Uwa Batara Lengser.

Seorang penasihat kerajaan yang sudah sangat tua, namun daya pikirnya sangat tajam. Dia juga sederhana, tidak pernah memanfaatkan kedekatannya dengan Raja, wejangan yang diberikan selalu diprioritaskan untuk rakyatnya.

“Syukurlah kalau begitu, tetapi… Aku tidak pernah bisa tenang, hidup di dunia ini seperti sangat menyiksa batinku. Mata ini selalu saja melihat keburukan-keburukan yang dilakukan oleh manusia. Padahal, aku sudah mencoba memerintah Negeri ini dengan sebaik-baiknya ilmu yang kumiliki.”

“Ampun Gusti Prabu. Uwa Batara bukan ingin menggurui, tetapi begitulah manusia, memang sudah diciptakan dekat dengan nafsu, hanya orang-orang yang menyepi yang sanggup melawan hawa nafsu.”

“Itu yang aku maksud. Aku memanggilmu kemari, agar aku diberikan pencerahan dalam langkahku nanti. Sebab, aku memutuskan untuk menjadi pertapa, mengasingkan diri ke hutan, bersemedi di gunung, mendekatkan diri kepada Sang Hyang Tunggal.”

Betapa kaget Uwa Batara Lengser mendengar perkataan Prabu Permana Di Kusumah. Itu tujuan yang sangat mulia, tidak semua raja yang berani memutuskan menjadi seorang pertapa, mengasingkan diri dari gemerlap duniawi yang sudah setiap hari dimiliki, ini akan menjadi hal yang paling berat. Tetapi, ada yang lebih penting bagi Uwa Batara Lengser, Negeri makmur ini, harus dibawa kemana tanpa seorang raja?

Duh Gusti Prabu, ampun, seribu hamba mohon ampun! Kerajaan Galuh yang sudah sangat sentosa ini, akan berantakan jika ditinggalkan oleh Prabu. Bukan hanya itu, musuh-musuh kerajaan pasti akan menyerang kerajaan, dan langit gelap akan menaungi bumi kerajaan Galuh jika Prabu memutuskan untuk bertapa,” Uwa Batara Lengser sujud dihadapan Prabu Permana Di Kusumah.

Prabu Permana Di Kusumah berdiri dari singgasananya, dia melangkah mendekati Uwa Batara Lengser, kemudian mengangkat tubuh Uwa Batara untuk bangkit dari sujudnya. Prabu Permana sangat menghormati kepada yang tua, seperti Uwa Batara Lengser, baginya Uwa Batara adalah guru dari segala guru.

“Sudah aku pikirkan semuanya Uwa Batara,” kata Prabu Permana. Dia tersenyum kepada Uwa Batara Lengser.

“Hamba masih belum mengerti Prabu?”

“Jika nanti ada keanehan di kerajaan, jangan kaget, dan yakinlah bahwa aku telah pergi dari kerajaan. Namun, aku berpesan untuk selalu waspada, sebab musuh yang paling nyata adanya dalam diri sendiri. Bimbinglah yang patut dibimbing, dan jagalah yang lemah, jangan bengkok teukteukan[3].”

Uwa Batara menunduk, dia tak sanggup menatap wajah raja yang dikaguminya. Seorang Raja yang tak pernah berhenti untuk belajar, bekerja dan berdoa untuk keselamatan rakyat negeri Galuh yang membentang dari Hujung Kulon (Ujung Barat Jawa) sampai ke Hujung Galuh (Sekarang muara Sungai Brantas). Angin semilir menerpa daun-daun, menggoyangkan air embun, jatuh ke sungai, mencampur menjadi satu.

***

Seluruh kerajaan terkejut. Prabu Permana Di Kusumah berubah menjadi seorang pria tampan, gagah dan muda, seperti masa muda dulu. Tidak ada yang tahu mengapa itu semua terjadi, sehingga rakyat kerajaan Galuh memercayai bahwa rajanya adalah titisan Dewata. Namun, keanehan ini juga terjadi pada menteri Aria Kebonan, dia dikabarkan menghilang, tidak ada yang tahu kemana ia pergi.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh retnowidiasih16 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Tue, 04 Jul 23