Berikut ini adalah pertanyaan dari lisasukoharjo20 pada mata pelajaran B. Daerah untuk jenjang Sekolah Dasar
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
LIRIK AJA DIPLEROKI
Mas mas mas ojo dipleroki
Mas mas mas ojo dipoyoki
Karepku njaluk di esemi
Tingkah lakumu kudu ngerti coro
Ojo ditinggal kapribaden ketimuran
Mengko gek keri ing jaman
Mbokyo sing eling
Eling bab opo
Iku budoyo
Pancene bener kandamu
MAKNA
Tanya jawab antara kedua penyanyi ini tidak sekadar sebuah peristiwa tentang keadaan yang tersirat pada nyanyian tersebut. Pada lirik awal lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi wanita, ada sebentuk protes atas respon yang ia peroleh dari sang penyanyi pria. Kemudian disambut jawaban oleh penyanyi pria berupa kritik dan nasihat kepada penyanyi wanita.
Pada lagu Ojo Dipleroki, saya membayangkan sebuah peristiwa yang berkaitan dengan norma susila atau adab. Karena lagu ini dibuat menggunakan bahasa jawa, maka tidak bisa dipisahkan dari norma dan nilai yang dijunjung oleh masyarakat jawa khususnya dalam pandangan sang penulis lagu yaitu Ki Narto Sabdo. Tersirat bahwa sang wanita keluar dari batasan norma yang dijunjung dan dipegang menurut sang pria. Sebagai contoh mungkin wanita pada lagu tersebut berdandan menor, terlampau seksi, dan bergerak ke sana kemari dengan genit.
Karena hal itu maka sang lelaki mengatakan bahwa sang wanita harus ingat tata cara dalam hal ini, masyarakat jawa menyebutnya unggah-ungguh atau tata krama. Sang lelaki juga mengingatkan kembali agar sang wanita tidak meninggalkan kepribadian timur (dalam hal ini boleh jadi kepribadian timur yang dimaksud ialah pandangan masyarakat jawa terhadap wanita yang seharusnya atau sebaiknya).
Nasihat sang pria ini mendapat jawaban dari penyanyi wanita dengan mempertanyakan apakah kita tidak ketinggalan zaman jikalau kita masih mengikuti hal itu (tata krama)? Penyanyi pria menjawab, ingatlah akan kebudayaan. Menarik memang membenturkan perkembangan zaman (modernitas) dengan sebentuk tata cara kebudayaan suatu masyarakat. Ki Narto Sabdo dapat menangkap dengan baik bahwa hal itu akan terjadi, di mana norma-norma yang dulunya dijunjung tinggi suatu masyarakat akan mulai ditinggalkan dengan mengatasnamakan modernitas atau perkembangan zaman.
Kalimat “Kapribaden ketimuran (kepribadian timur)” adalah kata kunci untuk menangkap maksud dari lagu Ojo Dipleroki. Kepribadian itu lebih pada sifat, sikap seseorang dalam menjalani hidup. Jadi secara langsung Ki Narto Sabdo mengingatkan pentingnya bersikap, bersifat dengan nilai yang dipegang suatu masyarakat. Norma adab atau sopan santun adalah hal yang dimaksud. Ki Narto Sabdo mengingatkan bahwa perkembangan zaman tidak lantas serta merta membuat seorang acuh tak acuh bahkan melepas identitas pada norma dan nilai yang dijunjung masyarakat jawa.
Menjadi santun, sopan, dan lembut dalam bertutur tidak akan membuat kita ketinggalan zaman. Sedang perkembangan zaman, haruslah arif dalam menyikapinya. Ambil manfaat dari perkembangan zaman seperti ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya teringat kembali pada tetralogi pulau buru karya Pramoedya Ananta Toer. Beliau membahas permasalahan di Jawa, beberapa di antaranya ialah masalah tata cara kehidupan Jawa yang membungkuk-bungkuk untuk memberi penghormatan pada orang yang dianggap terhormat atau lebih tua. Pram dengan tegas tidak menyetujui hal itu. Ia menulis,”Dan alangkah indah kehidupan tanpa merangkak-rangkak di hadapan orang lain.”
Saya percaya bahwa jika hal itu diperbincangkan hanya akan menjadi perdebatan antara orang yang memegang teguh nilai hidup jawa dan orang yang berpikir modern. Dan pada akhirnya kembali lagi pada kepuasan batin masing-masing. Apakah memberi penghormatan dengan terbungkuk-bungkuk, sungkem justru memberikan kedamaian hati bagi pelakunya atau apakah seorang yang enggan melakukan hal itu sebagai wujud kemerdekaan atas dirinya sendiri, semuanya ditakar dari dalam batin.
Tapi ada beberapa hal yang memang patut digaris-bawahi pada karya Pram. Bahwa dalam menuntut ilmu, seorang harus menanggalkan rasa malu dan takut. Bagi Pram, takut adalah awal kebodohan. Dalam dunia kerja profesional, seorang harus berani meninggalkan ewuh pekewuh (sungkan). Agar tidak terjadi korupsi dan nepotisme.
Maka dari itu Ki Narto Sabdo lebih menekankan pada sikap hidup yang baik sebagaimana telah dirumuskan oleh paa leluhur melalui norma-norma sosial. Barang kali rumusan sederhana tulisan ini adalah,”Setiap orang (saat ini) boleh menyampaikan pendapat, namun dengan cara yang santun)”.
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh Aremasingo dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Mon, 06 Jun 22