lintasan hati itu apa​

Berikut ini adalah pertanyaan dari maulanayudhaagustino pada mata pelajaran B. Arab untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama

Lintasan hati itu apa​

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Lintasan Hati Dua Anak Manusia. Sebuah pepatah Arab mengatakan “Dimulai dari pandangan, lalu salam, lalu obrolan, lalu janji, dan akhirnya “pertemuan” (Al-nadhr tsumma al-salam tsumma al-kalam tsumma al-mau’id tsumma al-liqa’)”. Pepatah Melayu mengatakan “Dari mata turun ke hati”. Kesemua ungkapan tersebut menunjukkan alangkah dahsyatnya dampak sebuah pandangan. Karena itu Nabi bersabda, “Pandangan merupakan panah beracun yang dilontarkan oleh Iblis”.

Adalah suatu hal yang alamiah (fitri) bahwa ketika seorang pemuda memandang seorang gadis (atau sebaliknya) maka akan terlintas dalam benaknya (yang selalu ingin tahu) suatu perasaan X (yang disebut secara berbeda-beda dalam berbagai bahasa, namun substansinya sama). Perasaan ini sifatnya spontan (beyound consciousness) dan tak terhindarkan.

Karena sifatnya yang tak terhindarkan inilah maka Allah tidak akan pernah menuntutnya (sebagai suatu kesalahan), La yukallifu al-Lah(u) nafs(an) illa wus’aha (Allah tidak akan membebani seseorang diluar kesanggupannya) (QS Al-Baqarah: 286). Atau minimal, Allah akan memaafkannya sebagaimana ketika Allah dahulu menurunkan ayat “Meskipun kalian menampakkan ataupun menyembunyikan segala sesuatu pada diri kalian, Allah akan memperhitungkan semuanya” (QS Al-Baqarah: 284), maka para sahabat amat khawatir dan bersedih atas turunnya ayat ini. Mereka mengira bahwa Allah akan memperhitungkan segala hal negatif yang terbetik dan terlintas dalam benak mereka. Namun untunglah, Allah kemudian menurunkan sebuah ayat yang melegakan hati para sahabat, yakni ayat terakhir (286) surat Al-Baqarah. La yukallifu al-Lah(u) nafs(an) illa wus’aha, laha ma kasabat wa ‘alaiha ma iktasabat (Allah tidak akan membebani seseorang diluar kesanggupannya. Seseorang mendapatkan (pahala) atas segala (kebaikan) yang dilakukannya – meskipun baru sekedar niat – dan seseorang menanggung (dosa) atas segala (keburukan) yang telah benar-benar dilakukannya). Perhatikanlah bahwa pada ayat tersebut Allah menggunakan kata kasaba untuk menerangkan kebaikan dan menggunakan kata iktasaba (kasaba disisipi huruf ta’, menunjukkan penambahan intensitas makna) untuk menerangkan keburukan. Disebutkan bahwa Allah telah mengabulkan doa yang tersebut dalam ayat tersebut bagi sekalian umat Muhammad saw. (Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim oleh Ibn Katsir)

Jadi, yang menjadi persoalan bukanlah perasaan alamiah yang spontan dan tak terhindarkan tersebut, akan tetapi bagaimana sikap dan tindakan kita selanjutnya – lahiriyah dan batiniyah - setelah perasaan itu tiba-tiba muncul. Yang jelas kita harus segera beristighfar dan memohon perlindungan kepada Allah dari tipu daya syetan. Kita tidak boleh mengumbar hati kita, “menindaklanjuti” perasaan tersebut. Pengumbaran hati inilah yang disebut oleh Rasulullah sebagai zina hati, dalam hadits zina anggota-anggota badan. Secara lahiriyah, kita harus segera memalingkan pandangan tatkala perasaan itu muncul. Perasaan tersebut adalah fitnah, jangan sampai kita terpedaya karenanya. Oleh karena itu, manakala kita yakin bahwa dengan memandang si Fulanah, kita akan ter-fitnah, maka sejak awal kita tidak boleh memandangnya, kecuali tidak sengaja atau karena terpaksa (adanya hajat syar’iyyah atau dharurat).

Pengumbaran hati dalam masalah ini tidak boleh dilakukan, karena akan sanggup menjelma menjadi tekad kuat (al-‘azm) untuk berbuat keji. Apabila tekad kuat ini mendapatkan kesempatan maka terjadilah perbuatan keji itu (Na’udzu bi al-Lah). Menghalangi tekad kuat inilah hal yang paling penting, sebab kesempatan itu bisa diciptakan dan dicari-cari. Karena itulah Allah melarang zina dengan kata-kata “Janganlah kalian mendekati zina”, sebab Allah tahu – dan memang Allah Maha Tahu - bahwasanya manusia sulit untuk bisa selamat manakala telah dekat dengan zina. Hal ini diakibatkan oleh kelemahan-kelemahan fitriyah manusia, diantaranya tergesa-gesa (QS. Al-Anbiya’: 37). Manusia seringkali tidak sanggup berpikir jauh ke depan, baik ke depan dalam konteks dunia, lebih-lebih ke depan dalam pengertian kehidupan akhirat. maaf kalo salah

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh zahrotunnisak199200 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Fri, 09 Jun 23