Berikut ini adalah pertanyaan dari seeenaaa pada mata pelajaran B. Arab untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Hadis nabi menjadi salah satu sumber pokok dalam ajaran agama Islam dan Hadis nabi punya posisi sentral kedua setelah al-Qur`an. Selain dijadikan sumber hukum, juga sebagai bayan terhadap suatu ayat al-qur`an yang bersifat lebih global serta mutlaq. Hal tersebut menjadikan hadis nabi dalam memahaminya perlu untuk lebih diteliti. (sakri, 2018) . Maka dari itu menurut penulis dalam memahami suatu hadis tidaklah cukup hanya dengan memahami teks hadisnya saja seperti dari sanad serta matannya, melainkan perlunya pemahaman tentang konteks suatu hadis itu ada, sebab-sebab yang mempengaruhi mengapa suatu hadis itu muncul.
Para ulama hadis membagi hadis itu dalam tiga kategori dengan berdasarkan kualitasnya, yakni hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif.. Hadis shahih yang pada kesanadtannya bersambung, serta diriwayatkan dengan para perawi yang memiliki sifat adil serta dhobit, juga tidak memiliki illat pun tidak memiliki syaz. Serta memiliki kualitas hafalan yang tidak lemah. Hadis hasan hadis yang memiliki kedudukan yang hamper sama dengan hadis shahih, perbedaannya terletak pada kualitas pada hafalannya si perawinya yang dimana hafalannya tidak sekuat perawi hadis shahih.
Hadis dhaif hadis yang lemah dan tidak dapat dijadikan sebagai suatu sumber hukum karena hadis dhaif tidak memenuhi persyaratan sebagai hadis yang shahih pun hadis yang hasan. (Ferdiansyah, 2017)Disini penulis akan lebih menfokuskan pembahasan pada hadis yang kategorinya dhaif. Yakni hadis “Man Tasyabbaha Biqoumin fahuwa minhum” yang memiliki arti Barang siapa yang meniru/menyerupai suatu kaum, maka dengan tidak langsung dia termasuk bagian kaum itu. (Masrur , 2018)
Menurut beberapa ulama hadis ini termasuk hadis yang dhaif. Dan kemudian hadis ini banyak beredar di kalangan masyarakat dan tidak sedikit orang yang menjadikannya sebagai dalil hukum. Kata tasyabbaha secara etimologinya menurut Ibnu Manzur, “kata tasyabbuh yakni bentuk mashdarnya dari kata tasyabbaha-yatasyabbahu yang artinya menyerupai sesuatu yang lain”. Kemudian pada terminologinya, Imam Muhammad al-Ghazali al-Syafii beranggapan bahwasannya tasyabbuh “usaha seseorang yang ingin meniru sosok yang mereka kagumi entah itu dari tingkah lakunya, penampilannya ataupun sifat-sifatnya”.
Usaha itu iyalah kegiatan yang disengaja untuk diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Menurut Muhammad Rawwas Qal’ah Ji, “tasyabbuh mempunyai arti peniruan dan juga taqlid. Sikap itulah yang disebabkan karena adanya kecintaan, kekaguman hati terhadap objek yang ditirukan”. Fenomena semacam inilah yang kerap banyak sekali ditemukan pada masyarakat di Indonesia. (Annibras, 2017) Jadi penulis menyimpulkan tasyabuh merupakan sebuah peniruan terhadap sesuatu baik dari sifatnya, tingkah lakunya dan bahkan penampilannya karena adanya kecintaan terhadap sesuatu yang iya kagumi, seperti gaya berpakaian bahkan cara bicaranya, dan tidak jarang di Indonesia banyak orang meniru seseorang yang iya kagumi dengan cara meniru gaya berpakaian, gaya rambut terutama dikalangan anak muda.
Hukum Tasyabbuh Menurut Empat Mazhab
Mazhab Hanafi
Mazhab ini melarang tasyabbuh atau menyerupai orang-orang kafir, maka dari itu muncul dalil larangan menyerupai orang kafir, seperti berpakaian ataupun sejenisnya karena hal tersebut dianggap termasuk dalam tasyabuh. Sebagiaman sabda nabi “barang siapa menyerupai/meniru suatu kaum maka dia termasuk bagian daripadanya”.
Mazhab Maliki
Dalam firmanNya: “Janganlah kalian mengikuti jalan orang-orang Yahudi dan Nasrani, mereka diberikan kitab Taurat dan Injil lalu mereka mengembalikannya dalam waktu yang lama”. Al-Qurtubi menafsirkan ayat itu sebagai representsi mazhab maliki untuk tidak menyerupai atau tasyabbuh dengan orang kafir.
Mazhab Syafii
Mazhab ini mengharamkan menyerupai atau tasyabbuh dengan orang kafir. Salah satu pengikut mazhab syafii yaitu imam Al-suyuti berpendapat seorang muslim tidak sepantasnya meyerupai atau bertasyabbuh dengan orang kafir. Pada firmanNya. “kemudian kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat dari agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungghunya mereka sekali-kali tidak akan dapat menolak dari dari kamu sedikitpun dari siksaan Allah” (al-jatsiyah).
Mazhab Hambali
Menurut ulama Hambali ada dalil Al-Quran dan hadis yang melarang menyerupai orang kafir, seabagaiman sabda nabi “bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (Tirmidzi).(wahidin, 2018). Dari uraian imam empat mazhab diatas dapat dismpulkan bahwaa tasyabbuh dilarang berdasarkan pertama ciri khusus keagamaan oarng non muslim, kedua simbol-simbol keagamaan non muslim, ketiga ritual keagamaan non muslim. Dari empat imam mazhab sepakat bahwa larangan menyerupai atau tasysbbuh dengan orang non muslim bahkan mengharamkannya.
Penjelasan:
maaf kalo salah ya kak
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh cuantiksbener dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Wed, 08 Jun 22