Berikut ini adalah pertanyaan dari tazkiya1210 pada mata pelajaran B. Arab untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
kandungan:
Imam Al-Suyuthi menjelaskan, maksud dari kata al-khada’ dalam Hadits di atas adalah “Al-Khadda’ al-makru wa al-hilatu, wa idhafatu al-khadda’ ila as-sanawat majaziyah wal–muradu ahlu as-sanawati” (Al Khadda’ artinya makar dan muslihat. Dikaitkannya Al Khadda’ kepada al-sanawat (tahun-tahun) merupakan bentuk kiasan/majaz, maksudnya adalah orang yang hidup di tahun-tahun tersebut) (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292). Sedang kata al–ruwaibidhah, merupakan bentuk tashghir (pengecilan) dari al-rabidh yang berarti berlutut. Lalu kata al–rabidh yang makna aslinya berlutut, dipinjam penggunaannya (isti’arah) menjadi makna yang lain, yaitu posisi rendah (inferior). Seolah-olah menggambarkan orang yang berlutut itu sebagai orang yang rendah kemampuan dan keilmuannya, namun banyak berbicara dan mengeluarkan statement tanpa didasari ilmu yang memadai dan dipandang baik oleh para pengagumnya, sehingga memiliki pengaruh dan dampak yang luas.
Lebih lanjut, Imam Al-Suyuthi menyatakan “Qauluhu wa yanthiqu fiha al-ruwaibidhah tafsiruhu ma marra min Haditsi Anas’; qulna ya Rasulallah ma zhahara fi al-umami qablana? qala al-malaku fi shigharikum wa al-fakhisyatu fi kibarikum wa al-‘ilmu fi rizdalatikum wa al-rajulu al-tafahu al-radzilu wa al-haqiru. Wa al-ruwaibidhah tasghiru rabidhah wahuwa al-‘ajizu allladzi rabadha ‘an ma’ali al-umuri wa qa’ada ‘an thalabiha”, (Sabdanya “Dan ar-ruwaibidhah berbicara”, penjelasannya adalah seperti yang disebutkan dalam Hadits Anas: “Kami berkata; Wahai Rasulullah, apa yang nampak dari umat-umat sebelum kita?” Beliau bersabda: “Raja (pemimpin)-nya justru datang dari orang kecil di antara kamu, para pelaku kekejian justru adalah orang-orang besar kalian, dan ilmu justru ada pada orang jahat dan hinanya kalian (al-rajul al-tafih). Al-Ruwaibidhah adalah bentuk tasghir (pengecilan) dari rabidhah, yaitu orang yang lemah, yang berlutut pada orang-orang mulia yang memahami urusan, lalu dia duduk untuk mendapatkan sesuatu darinya) (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292).
Penjelasan di atas menegaskan Hadits ini memberikan informasi beberapa hal. Pertama, memberi peringatan tentang bahaya dan dampak berbicara tanpa landasan ilmu. Sebagaimana ditegaskan Allah SwT dalam Qs Al-Baqarah: 168-169 dan Qs Al-Isra’: 36. Kedua, penjelasan pentingnya sifat jujur sekaligus peringatan keras bahaya dusta, yang selaras dengan sabda Rasulullah saw dari Abdullah bin Mas’ud ra yang artinya: “Hendaknya kalian bersikap jujur, karena kejujuran menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga. Bila seseorang terus bersikap jujur dan berjuang keras melaksanakannya, ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Jauhilah kedustaan, karena ia menyeret kepada keburukan, dan keburukan menjerumuskan ke neraka. Bila seseorang terus berdusta dan mempertahankannya, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR Muslim).
Ketiga, Hadits ini menjelaskan, hendaknya seseorang memilih pemimpin yang memiliki kualifikasi dan kemampuan, baik ilmu, amanah, dan kejujuran, di samping pertimbangan lainnya. Keempat, Hadits ini menunjukkan jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu dengan kembali kepada ilmu (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) dan ulama. Kelima, Hadits ini mengingatkan pentingnya menjaga amanah dan bahaya menyia-nyiakannya, di mana sejalan dengan penjelasan Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali: ‘Wa madhmunu ma dzukira min asyrat al-sa’ah fi hadza al-Haditsi yarji’u ila al-umur tawassadu ila ghairi ahliha, kama qala al-Nabiyu Shallallahu ‘alaihi wa sallama liman sa‘alahu ‘an al-sa’ati; idza wusida al-amru ila ghairi ahlihi fantazhirri al-sa’ati’. (Kandungan yang tertera dalam Hadits ini berupa tanda-tanda datangnya kiamat kembali pada persoalan-persoalan banyaknya urusan yang diserahkan pada yang bukan ahlinya, seperti sabda Nabi saw pada orang yang bertanya tentang arti al-Sa’ah (kiamat-kehancuran): “(yaitu) Jika urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya)” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 1/139).
aku kasih bonus kesimpulan nya ya,mumpung bulan ramadhan kan berbagi itu indah,
kesimpulan:
Hadits ini memberi suatu peringatan akan datangnya suatu masa, di mana manusia dipenuhi berbagai intrik dan tipu-muslihat, serta kebohongan (hoax). Gambaran ini dijadikan oleh Rasul saw sebagai tanda-tanda dekatnya hari kiamat, di mana banyak pembohong dicitrakan sebagai orang jujur. Sebaliknya, orang jujur dikriminalisasi sebagai pembohong, para pengkhianat dipandang amanah, disambut bak pahlawan. Sementara orang yang amanah dianggap pengkhianat dan dikriminalisasi, serta orang-orang bodoh dipercayai untuk mengurusi persoalan masyarakat. Akibatnya, terjadi ketidakpastian, kekacauan (chaos) dan kehancuran. Wallahu a’lam bis-shawab.
gak banyak kan?tulis ya,tapi gak maksa,
*kalau salah maaf banget ya,
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh sitifatimahzahro378 dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Wed, 28 Jul 21