Bagaimana cerminan masyarakat Madani di Madina seperti yang dicontohkan oleh

Berikut ini adalah pertanyaan dari anisasafitri498 pada mata pelajaran B. Arab untuk jenjang Sekolah Menengah Atas

Bagaimana cerminan masyarakat Madani di Madina seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw

Jawaban dan Penjelasan

Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.

Jawaban:

Rasulullah kemudian membuat perjanjian tertulis antara kaum Muhajirin dan Anshar dengan orang-orang Yahudi. Perjanjian ini—disebut Piagam Madinah—berisi pengakuan atas agama mereka dan harta-benda mereka, dengan syarat-syarat timbal balik.

Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad SAW yang menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang keselamatan harta-benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Ia telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Dunia yang selama ini hanya menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran semata.

Dalam penandatanganan dokumen ini, orang-orang Yahudi Bani Quraizah, Bani Nadzir dan Bani Qainuqa' tidak ikut serta. Namun tidak kemudian, mereka pun mengadakan perjanjian yang dengan Nabi. Demikianlah, seluruh kota Yatsrib dan sekitarnya benar-benar jadi terhormat bagi seluruh penduduk. Mereka berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerja sama untuk menghormati segala hak dan kebebasan yang telah disetujui bersama dalam dokumen ini.

Rasulullah sudah merasa cukup lega dengan hasil demikian ini. Kaum Muslimin pun merasa tenteram menjalankan kewajiban agama mereka, baik dalam berjamaah ataupun sendiri-sendiri. Mereka tidak lagi khawatir dengan adanya gangguan atau fitnah. Ketika itulah Rasulullah menyempurnakan pernikahannya dengan Aisyah binti Abu Bakar.

Dalam suasana yang sudah mulai tenteram, dan kaum Muslimin dapat menjalankan perintah-perintah agama, kewajiban zakat dan puasa mulai pula dijalankan hukumnya. Di Yatsrib inilah Islam mulai menemukan kekuatannya. Ia pun kemudian disebut dengan Madinah, atau kota sang Nabi.

Dalam khutbah pertama yang diucapkannya di Madinah, Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang dapat melindungi mukanya dari api neraka sekalipun hanya dengan sebutir kurma, lakukanlah itu. Kalau itu pun tidak ada, maka dengan kata-kata yang baik. Sebab dengan itu, kebaikan akan mendapat balasan sepuluh kali lipat."

Dan dalam khutbahnya yang kedua beliau berpesan, "Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan apa pun. Benar-benar takutlah kamu kepada-Nya. Hendaklah kamu jujur terhadap Allah tentang apa yang kamu katakan... Hendaklah kamu sekalian saling cinta-mencintai. Allah sangat murka kepada orang yang melanggar janjinya sendiri."

Bukan hanya kata-katanya saja yang menjadi sendi ajaran adanya persaudaraan demikian itu, melainkan juga perbuatan serta teladan yang diberikannya adalah contoh persaudaraan dalam bentuknya yang benar-benar sempurna. Beliau adalah utusan Allah, namun beliau tidak mau menampakkan sebagai penguasa atau raja. Kepada sahabat-sahabatnya, Nabi SAW kerap berpesan, "Jangan memujaku seperti orang-orang Nasrani memuja anak Maryam. Aku adalah hamba Allah. Sebut saja hamba Allah dan Rasul-Nya!"

Rasulullah adalah contoh kekuatan jiwa yang ideal sekali dalam kehidupan ini, suatu kekuatan yang membuatnya sudah tak peduli lagi akan memberikan segala yang ada padanya kepada orang lain. Itu sebabnya sampai ada orang yang mengatakan, dalam memberi, Muhammad sudah tidak takut kekurangan. Beliau sangat keras dalam menahan diri terhadap hidup yang serba materi. Begitu jauhnya menahan diri sehingga lapak tempat dia tidurnya hanya terdiri dari kulit yang diisi dengan serat. Makannya tak pernah kenyang. Beliau pernah makan roti dari tepung sya'ir dua hari berturut-turut. Sebagian besar makannya adalah bubur. Pada hari-hari lain, beliau makan kurma. Bukan sekali saja ia harus menahan lapar. Perutnya kerap diganjal dengan batu untuk menahan teriakan rongga pencernaannya itu.

Begitu juga kesederhanaannya dalam hal pakaian sama seperti dalam makanan. Sungguhpun begitu, dalam hal menahan diri dan menjauhi masalah duniawi bukanlah berarti ia hidup menyiksa diri. Cara ini juga tidak sesuai dengan ajaran agama. Allah SWT berfirman: "Makanlah dari makanan yang baik yang sudah Kami berikan kepadamu." (QS Al-Baqarah: 57).

"Dan tempuhlah kebahagiaan akhirat seperti yang dianugerahkan Allah kepadamu, tapi juga jangan kau lupakan kebahagiaan hidup duniawi. Dan berbuatlah kebaikan kepada orang lain seperti Allah telah berbuat baik kepadamu." (QS Al-Qashash: 77).

Dan dalam hadits beliau bersabda, "Berbuatlah untuk duniamu seolah-olah kau akan hidup selama-lamanya, dan berbuat pula untuk akhiratmu seolah-olah kau akan mati besok."

Rasulullah SAW ingin memberikan teladan yang tinggi kepada manusia tentang arti kekuatan dalam menghadapi hidup, suatu kekuatan yang tak dapat dipengaruhi oleh perasaan lemah, tak dapat diperbudak oleh kekayaan, harta-benda, maupun kekuasaan selain Allah.

Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh klilannsa dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.

Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact

Last Update: Sun, 16 May 21