FIQIH

Opsi C. Larangan secara sindiran

PEMBAHASAN

Dilansir dari sebuah karya Al-Manhiyyat, penyampaian sabda Rosulullah yang merujuk pada larangan-larangan, memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Larangan-larangan tersebut terbagi dalam dua golongan, yaitu larangan atas latar belakang etika (nahy adab) dan larangan yang mengandung unsur haram (nahy tahrim).

• "Nahy adab" adalah persoalan yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan. Tingkatannyapun tidak begitu kuat atau sifatnya tidak mutlak. Ini dapat dicermati kata-kata yang disampaikan dalam hadist/dalil tersebut. Misalnya larangan berwudhu menggunakan air sisa minuman burung. Ini berarti jika larangan "Nahy adab" dilanggar, maka dirinya tidak mendapati siksa karena bersifat makruh.
• Sedangkan, "Nahy tahrim" adalah larangan yang memiliki sifat pasti, tegas dan mutlak. Ini sama halnya pada penjelasan sebelumnya bahwa larangan tersebut bisa dicermati pada kata-kata dalam hadist tersebut. Misalnya, larangan mengonsumi daging babi dan daging hewan yang terbunuh karean dicekik atau dipukul. "Diharamkan bagimu memakan daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah yang tercekik dan terpukul. QS al-Maidah [5]: 3). ➡ Dalam hadist tersebut, larangan sudah jelas disampaikan secara tegas, mutlak dan tidak bisa ditawar lagi. Ini berarti jika larangan "Nahy tahrim" dilanggar, maka dirinya mendapati siksa.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, sabda Rosulullah yang berbunyi, "Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya jika ia ingin menanam pohon di batas kebunnya", berupa larangan secara sindiran (OPSI C). Jika diresapi, hadist tersebut bersifat makruh, di mana jika dilanggar, tidak mendapatkan dosa atau hukuman tertentu. Dalam hadist tersebut secara implisit merujuk pada pemberian kelapangan bagi tetangga.

------

Pelajari lebih lanjut

Adab bertetangga dalam pandangan Islam

yomemimo.com/tugas/20222743

yomemimo.com/tugas/29397836