Berikut ini adalah pertanyaan dari boobeehs pada mata pelajaran PPKn untuk jenjang Sekolah Menengah Atas
Jawaban dan Penjelasan
Berikut ini adalah pilihan jawaban terbaik dari pertanyaan diatas.
Jawaban:
Dalam hal kedua Warga Negara Asing (“WNA”) tersebut berkelahi hingga salah satu atau keduanya terluka, maka WNA yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana perkelahian satu lawan satu yang diatur dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):
Pasal 184 KUHP
(1) Seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ia dalam perkelahian satu lawan satu itu tidak melukai tubuh pihak lawannya.
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan empat bulan, barang siapa melukai tubuh lawannya.
(3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, barang siapa melukai berat tubuh lawannya.
(4) Barang siapa yang merampas nyawa lawannya, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, atau jika perkelahian satu lawan satu itu dilakukan dengan perjanjian hidup atau mati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(5) Percobaan perkelahian satu lawan satu tidak dipidana.
R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (merujuk pada Penjelasan Pasal 182 KUHP) menjelaskan bahwa undang-undang tidak memberikan definisi apa yang dinamakan “berkelahi satu lawan satu” itu. Menurut pengertian umum, lanjut Soesilo, maka “berkelahi satu lawan satu” itu adalah perkelahian dua orang dengan teratur, dengan tantangan lebih dahulu, sedangkan tempat, waktu, senjata yang dipakai, siapa saksi-saksinya ditetapkan pula. Perkelahian ini biasanya disebut “duel”. Perkelahian meskipun antara dua orang, apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, tidak masuk dalam pasal ini.
Selanjutnya, kami akan berfokus pada poin lain yang juga penting dijelaskan terkait keberlakuan hukum pidana Indonesia yang bersumber pada tulisan Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia: (hal. 51-57)
1. Prinsip Teritorialitas
Prinsip teritorialitas adalah prinsip yang menganggap hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah Republik Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana. Prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP.
2. Prinsip Nasional Aktif
Prinsip ini dianut dalam Pasal 5 KUHP yang mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah negara Indonesia. Prinsip ini dinamakan nasional aktif karena berhubungan dengan keaktifan berupa kejahatan dari seorang warga negara.
3. Prinsip Nasional Pasif
Prinsip ini memperluas berlakunya ketentuan-letentuan hukum pidana Indonesia di luar wilayah Indonesia berdasar atas kerugian nasional amat besar yang diakibatkan oleh beberapa kejahatan sehingga siapa saja termasuk orang asing yang melakukannya dimana saja pantas dihukum oleh pengadilan negara Indonesia
4. Prinsip Universalitas
Prinsip ini melihat pada suatu tata hukum internasional, dimana terlibat kepentingan bersama dari semua negara di dunia. Maka, kalau ada suatu tindak pidana yang merugikan kepentingan bersama dari semua negara ini, adalah layak bahwa tindak pidana dapat dituntut dan dihukum oleh pengadilan setiap negara, dengan tidak dipedulikan, siapa saja yang melakukannya dan di mana saja.
Prinsip ini dianut dalam Pasal 4 sub 4 KUHP yang pada intinya menentukan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja, termasuk orang-orang asing yang di luar wilayah Indonesia yang melakukan kejahatan yang melibatkan kepentingan bersama negara di dunia.
Prinsip yang diterapkan pada kasus yang Anda tanyakan adalah prinsip teritorialitas. Wirjono (Ibid, hal 51) menjelaskan prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan hukum pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah negara Indonesia.
Masih mengenai Pasal 2 KUHP, R Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” (hal. 29), menyatakan bahwa tiap orang berarti siapa juga, baik WNI sendiri, maupun WNA, dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana dalam wilayah Republik Indonesia.
Jadi, dua WNA yang berkelahi hingga menyebabkan luka (perbuatan tindak pidana penganiayaan) di wilayah Indonesia berlaku dan tunduk pada hukum Indonesia. Artinya, kedua WNA tersebut bisa diadili sesuai hukum negara Indonesia.
Sekedar tambahan informasi untuk Anda, menurut Wirjono, prinsip teritorialitas ini diperluas oleh Pasal 3 KUHP sampai kapal-kapal Indonesia, meskipun berada di luar wilayah Indonesia. Maka, dengan demikian siapa saja, juga orang-orang asing, dalam kapal-kapal laut Indonesia, meskipun sedang berada atau berlayar dalam wilayah negara lain, takluk pada hukum pidana Indonesia (hal.
Semoga dengan pertanyaan yang sudah terjawab oleh ifahsilaardiana dapat membantu memudahkan mengerjakan soal, tugas dan PR sekolah kalian.
Apabila terdapat kesalahan dalam mengerjakan soal, silahkan koreksi jawaban dengan mengirimkan email ke yomemimo.com melalui halaman Contact
Last Update: Sat, 24 Jul 21